Kamis, 25 September 2014

Heboh Perkalian 4 x 6 dan 6 x 4, mana yang benar?

Buku PR yang menghebohkan dunia maya

Beberapa hari ini ada sebuah perdebatan menarik di dunia maya, yaitu mengenai perdebatan tentang penulisan matematika dari 4 + 4 + 4 + 4 +4 + 4 = .... x .... = ......
Perdebatan yang terjadi adalah bagaimana penulisan yang sebenarnya mengenai jawaban dari pertanyaan tersebut. 
Apakah penulisan yang benar  4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4  = 6 x 4 ataukah 4 x 6 ?

Bagi saya dan mungkin beberapa orang yang pernah belajar dengan kurikulum lama, pasti agak aneh jika jawaban 4 x 6 di buku PR tersebut disalahkan.  (Perhatikan gambar diatas)

Karena pada jaman dahulu kala (lhaa.. koq  malah seperti dongeng ya..? xixixi..). Maksudnya pada saat saya dan sebagian orang lainnya masih sekolah tingkat SD, diajarkan oleh guru bahwa jawaban yang benar adalah 4 x 6 yang artinya empatnya ada enam.  Lagi pula kedua jawaban tersebut sama saja,  6 x 4 sama dengan 4 x 6. Harusnya tidak boleh disalahkan.  Begitu pikir saya waktu pertama kali melihat soal tersebut.

Lalu kalau jawaban PR itu disalahkan, apakah guru yang dulu mengajarkan saya dan sebagian orang itu salah?  
Jawabnya tentu saja guru yang mengajarkan tidak bisa disalahkan.  Karena seorang guru mengajarkan muridnya pasti dengan dilandasi kurikulum yang disepakati oleh pemerintah saat itu.

Lalu apakah pemerintah yang salah?  
Pemerintah juga tidak dapat disalahkan.  Karena ilmu pengetahuan berkembang dan tidak statis begitu saja.  Pada saat itu, hal itulah yang dianggap benar.

Seperti halnya pada masa lalu hampir seluruh penduduk bumi mengatakan bahwa bumi itu datar.  Hampir semua orang membenarkan hal itu, karena memang saat itu batas pengetahuan kita hanya baru sampai disitu saja. Bahkan jika ada yang mengatakan bahwa bumi itu bulat (tidak datar) akan ditertawai orang banyak.Mungkin tidak hanya ditertawai, bisa juga malah akan di caci maki.  Kalau pinjam bahasa anak sekarang "di bully"

Namun begitu ada pengetahuan baru tentang pengamatan terhadap bumi yang kita tempati dan menerangkan bahwa ternyata bumi itu bulat dan tidak datar, maka banyak orang yang mencoba memahami dan mengerti, kemudian perlahan namun pasti mengakui bahwa bumi itu sebenarnya tidaklah datar, namun bulat.

Kembali ke topik masalah perdebatan angka penulisan 6 x 4 dan 4 x 6.  Awalnya,  saya juga sedikit mengernyitkan dahi ketika melihat jawaban PR anak SD (yang tertera digambar diatas) itu disalahkan.  
Karena menurut saya (saat itu) jawaban itu seharusnya tidak disalahkan, karena menurut ilmu yang saya dapat dulu,4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 itu artinya empatnya ada enam dan ditulis 4 x 6. Dan lagipula  6 x 4 itu sama dengan 4 x 6 yang hasilnya sama-sama 24.

Lalu kenapa guru tersebut menyalahkan jawaban PR tersebut dan memberikan penjelasan bahwa yang benar adalah 6 x 4 ?

Setelah browsing kesana kemari dan membaca berbagai artikel, termasuk pendapat para pakar matematika, akhirnya saya mengerti bahwa, ilmu yang saya dapati dahulu, telah berkembang sangat pesat.  Dan saya merasa kurang memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat tersebut.

Pada kurikulum baru (tahun 2013), para siswa diajarkan untuk mengenal prosesnya dan juga penggunaannya di dunia nyata.  Bukan hanya hasilnya.  Karena meskipun hasilnya sama, namun bisa membuat dampak yang berbeda.

Dan pemahaman yang ingin dicapai oleh guru tersebut bukan hasil dari persamaan tadi, melainkan pemahaman mengenai jika ada penjumlahan angka empat sebanyak enam buah, penulisan yang benar itu seperti apa? 

Rumusan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 pada kurikulum baru (tahun 2013) disepakati ditulis 6 x 4.  
Atau jika dituliskan/diucapkan dalam bahasa Indonesia, enam kali empat (bukan enam dikalikan empat)
Atau bisa juga dikatakan enam kali angka empat.  Yang artinya ada enam kali angka empat atau angka empatnya ada enam buah atau angka empatnya dijumlahkan sebanyak enam kali = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4 = 24

Penulisan 4 x 6 jika ditulis/dibaca artinya empat kali enam.  Atau empat kali angka enam.  Atau angka enam dijumlahkan sebanyak empat kali. 6 x 6 x 6 x 6 = 4 x 6 = 24

Sebenarnya pikiran saya yang pernah diajari pemikiran lama, lebih cocok dengan pendekatan sekarang. Yaitu bahwa  6 x 4  dibaca ; enam kali empat atau enam kali angka empat atau enam kali dari penjumlahan angka empat atau penjumlahan angka empat sebanyak enam kali  = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4

Dulu pada waktu kita SD diajarkan bahwa 6 x 4 artinya : "enamnya ada empat" atau jika ditulis  6 + 6 + 6 + 6 = 6 x 4.
Darimana asalnya rumusan "enamnya ada empat"?  #garuk2 kepala.

Bandingkan dengan kurikulum baru (tahun 2013) yang tetap menjelaskan dengan kata "kali" (enam kali empat / enam kali angka empat).  
Bagi saya terasa lebih masuk akal kurikulum baru, karena bisa menjelaskan sampai tiap komponen pembentuk perkalian tersebut.

Tapi bukankah hasilnya sama saja? 6 x 4 = 24 dan 4 x 6 = 24.
Memang benar, hasil 6 x 4 sama dengan 4 x 6 yaitu 24.  Jika hanya mempersoalkan hasil jawaban saja, hasilnya pasti benar. 
Kalau hanya memikirkan bahwa hasilnya sama saja, maka jawaban dari 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 boleh saja ditulis = 6 x 4 atau = 4 x 6 atau boleh juga ditulis = 12 x 2 atau  = 2 x 12 atau bisa juga ditulis jawaban = 3 x 8 atau = 8 x 3 atau 24 x 1 atau bisa juga 1 x 24. Toh hasilnya juga sama, yaitu 24.

Namun seperti yang saya katakan diawal, kurikulum tahun 2013 tidak hanya mengajarkan hasilnya yang sama saja.  Tapi bagaimana proses dan pelaksanaannya di dunia nyata.

Perkalian 6 x 4 dan 4 x 6 meskipun hasilnya sama yaitu 24.  Namun proses dan dampaknya bisa berbeda jauh jika dilaksanakan di dunia nyata.

Saya beri contoh :
6 x 4 (enam kali empat / enam kali angka empat) = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24
Jika di dunia nyata angka 4 diibaratkan angka nilai raport dengan skala 10, maka bisa dikatakan bahwa  ada 6 mata pelajaran dan nilainya 4 semua. Hasilnya, siswa tersebut mendapat nilai merah dan tidak lulus ujian.
Berbeda dengan 4 x 6 (empat kali enam/empat kali angka enam) = 6 x 6 x 6 x 6 = 24
Jika kita gunakan perumpamaan nilai raport tersebut maka bisa dikatakan ada 4 mata pelajaran, dan nilainya disetiap mata pelajaran adalah 6 atau enam semua.
Hasilnya siswa tersebut tidak mendapat nilai merah, atau bisa dikatakan lulus ujian (jika menggunakan standar lulus ujian diatas angka lima).

Atau bisa juga dengan menggunakan bahasa yang lebih dimengerti.  
Misalnya kita melakukan pembayaran dengan sistem kredit (kredit mobil, kredit panci atau apa saja)  Biasanya dikatakan 10 kali bayar. Artinya sepuluh kali membayar.  
Jika tiap kali membayar seharga Rp. 10.000,- maka bisa dikatakan sepuluh kali sepuluh ribu (10 x 10.000) dan bukan sepuluh ribu kali sepuluh (10.000 x 10)

10 x 10.000 artinya kita membayar (mencicil) sepuluh kali dan setiap kali membayar Rp. 10.000,- atau jika ditulis dengan lambang bilangan : 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 + 10.000 = 100.000.

Bayangkan jika ditulis/diucapkannya 10.000 x 10 atau sepuluh ribu kali bayar dan tiap kali bayar 10 rupiah? 10 + 10 + 10 + 10 +10 + 10 +10 + 10 + 10 + 10 + (waduuuhh... cape nih harus jumlahin angka 10 sampe 10.000 kali) 
Waah.. bisa ngomel-ngomel tuh tukang kreditnya. Hehehehe...

Meskipun  10 x 10.000 hasilnya sama dengan 10.000 x 10 yaitu 100.000.  Tetapi dampaknya menjadi berbeda.  
Pada 10 x 10.000 (sepuluh kali sepuluh ribu) yang memberikan kredit akan senang karena akan cepat mendapatkan keuntungan.  Namun dengan 10.000 x 10 (sepuluh ribu kali sepuluh) yang mengkreditnya yang senang karena bayarnya kecil, namun yang memberi kreditnya yang sengsara. Karena 10.000 kali bayar, baru bisa dapet untung. Bisa-bisa malah rugi karena sudah lama bingiiit.. eh udah gitu untungnya ga berasa. Hehehe.. #tepok jidat deh..

Atau bisa juga dengan contoh minum obat.  3 x 1 (tiga kali satu / atau tiga kali angka satu) artinya 3 kali minum dan tiap minum satu tablet.
Berbeda dengan 1 x 3 (satu kali tiga) atau satu kali minum dan tiap kali minum 3 tablet.
Untuk kasus penyakit yang sama, hasilnya akan jauh berbeda.  Bisa-bisa yang satu sembuh dan yang satu lagi malah tewas akibat over dosis karena minum obat 3 tablet sekaligus. Hehehe...

Atau saya kasih satu contoh lagi biar lebih yakin perbedaannya.
6 x 4 (enam kali empat / enam kali angka empat) dan 4 x 6 (empat kali enam / empat kali angka enam) jika digunakan pada pemberian ke seseorang (misal anak-anak panti asuhan) meskipun hasilnya sama yaitu 24 namun mempunyai dampak yang berbeda.

6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24
Artinya ada 6 anak yang akan menerima pemberian kita. Dan ada 6 anak yang merasa senang atas pemberian kita.  Dan kita akan lebih senang. 
Berbeda dengan 4 x 6 (empat kali enam/empat kali angka enam) = 6 x 6 x 6 x 6 = 24.
Meskipun hasilnya sama 24, hanya akan ada 4 orang anak yang merasa senang.

Kalau kembali ke judul, mengenai mana yang benar antara 4 x 6 dengan 6 x 4 pada soal PR yang tertera digambar diatas?  Jika mengacu pada kurikulum yang dipakai saat ini (kurikulum tahun 2013), maka 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 yang benar adalah 6 x 4 dan bukanlah 4 x 6.

Apakah yang mengatakan bahwa 6 x 4 adalah sama dengan 4 x 6 bisa dikatakan salah?  
6 x 4 = 4 x 6 adalah benar dan tidak ada yang salah. Karena hasilnya sama-sama 24. Malah jika ada yang menulis 6 x 4 = 3 x 8 pun juga tidak bisa dibilang salah, karena hasilnya juga sama - sama 24.

Apakah yang mengatakan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 salah?
Jika yang mengatakannya adalah orang-orang yang dahulu sewaktu sekolah tingkat SD diajarkan seperti itu, maka mereka tidaklah salah. Hal ini dikarenakan pada saat itu banyak yang mengajarkan bahwa   4 x 6 dibaca empatnya ada enam (bukan empat kali angka enam). Dan pada saat itu, itulah yang dianggap benar. 

Namun untuk anak-anak sekarang yang sudah mendapatkan pelajaran dengan kurikulum baru dengan kesepakatan bahwa 6 x 4 dibaca : enam kali empat (enam kali angka empat) maka sudah semestinya mengikuti kurikulum yang ada saat ini. Artinya 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4.

Bagaimana  sikap kita yang dulu pernah mendapat pelajaran yang berbeda dengan saat ini? 
Tinggal sekarang terserah kita, apakah kita mau menerima pemahaman tentang perhitungan matematika yang baru (kurikulum tahun 2013) ataukah bersikeras berpegang pada aturan lama sewaktu kita sekolah tingkat SD dahulu kala.  

Kalau saya sih, meskipun awalnya agak mengernyitkan dahi, namun bisa menerima dengan baik alasan-alasan perubahan pengetahuan tersebut.
Bagaimana dengan anda?

Notes :
Ilmu pengetahuan berkembang demikian pesat.  Terkadang karena kesibukan kita, kita menjadi tidak menyadari bahwa ilmu yang kita pahami dahulu sudah banyak berubah sekarang.  Tinggal kita sendiri yang memutuskan. Ingin tetap dengan pemahaman masa lalu atau ikut berubah mengikuti perkembangan jaman.

Ada baiknya saat mengajarkan PR kepada anak/adik/orang lain, sempatkan sedikit waktu untuk mempelajari terlebih dulu buku panduannya agar kita tidak salah menjelaskan.  Karena bukan tidak mungkin ilmu yang kita pelajari pada waktu dulu sudah berubah sesuai dengan perkembangan jaman tanpa kita sadari.